Sabtu, 20 Januari 2018

ANJANGSANA ALA KADET

ANJANGSANA ALA KADET (1968)

Pejabat Kepala Regu yang tergabung dalam Peleton kami adalah rekan Siswa (Sms Tal) Parluhutan Batubara, Achmad Yan dan aku sendiri. Ada kejadian yang tidak mungkin aku lupakan. Ceritanya begini:
Setelah hari gelap rekan A.Yan dan Batubara mengajakku untuk ngampung (maksudnya bertandang ke kampung), untuk mencari tambahan gizi. Aku tanya apakah ada yang punya uang, mereka menjawab tidak ada. Tapi A.Yan punya ide brilyan. Caranya adalah dengan berlagak bertamu seolah sedang tugas anjangsana ke rumah-rumah penduduk. Batubara dan aku setuju. Jadilah kami jalan masuk ke kampung. Kebetulan kami melihat ada satu rumah yang tidak tahu sedang berhajat apa, tapi di atas balai-balai teras rumahnya ada sekitar sepuluh orang duduk bersila membentuk lingkaran. Salah seorang dari mereka terdengar sedang membaca ayat- ayat suci Al Qur’an.
Kami bertiga mendekat dan A.Yan menyampaikan salam “Assalamualaikum!” yang dibalas oleh mereka dengan “Alaikumsalam!”. Sesuai rencana A.Yan langsung menyampaikan maksudnya untuk beranjang-sana. Dengan antusias mereka menerima kami dan mempersilahkan kami untuk ikut duduk melingkar di atas balai-balai.
Posisi duduk kami, yang paling kanan selang satu orang dari orang yang sedang membaca kitab suci, adalah Batubara, yang ditengah A. Yan, dan aku ada di posisi paling kiri. Tiba-tiba aku lihat begitu surat selesai dibaca, Al Qur’an diberikan kepada orang yang duduk di sebelah kirinya. Semula aku tidak curiga, tetapi setelah orang yang diberi kitab tadi selesai membaca ternyata Kitab diberikan kepada orang yang berada di sebelah kirinya yang tidak lain adalah rekanku Batubara. Batubarapun kemudian juga membacanya. Aku sempat terkesiap dan was-was, karena setelah Batubara selesai membaca pasti akan diserahkan kepada giliran berikutnya yaitu A.Yan, yang pada gilirannya nanti pasti akan diberikan kepadaku. Padahal sepotong huruf Arab-pun aku tidak tahu. Dengan siku tangan kananku aku senggol tangan kiri A.Yan sambil aku bisiki kalau aku nggak bisa baca Qur’an. Tapi konyolnya A.Yan tidak bereaksi apapun. Berulang-ulang aku senggol tangannya tetap saja tidak bereaksi.
Dugaanku ternyata benar, karena setelah Batubara selesai membaca kemudian menyerahkan kepada A.Yan yang kemudian juga membaca dengan fasihnya. Bisa dibayangkan bagaimana dahsyatnya detak jantungku menghadapi situasi yang tidak mungkin bisa aku atasi selain bertekuk lutut menyerah tanpa syarat.
Tapi ternyata drama sebabak berakhir dengan happy-ending. Rekan A.Yan yang aku duga setelah selesai membaca akan menyerahkan kepadaku ternyata kemudian meletakkan kitab suci Al Qur’an ke tengah lingkaran dan mulai mengajak ngobrol kesana-kemari. Terasa darahku yang tadi terasa membeku mencair kembali, dan senyum basa-basipun mulai bisa aku tampilkan.
Beberapa saat kemudian keluarlah tumpeng besar dengan segala kelengkapannya di letakkan ditengah lingkaran. Salah seorang yang mengenakan sorban kemudian membaca doa, sebelum tumpeng kemudian dibongkar untuk kami makan bersama. Tumpeng yang ternyata terbuat dari tepung jagung dengan lauk ayam bakar, ikan asin dan sayur urap aku rasakan demikian nimat. Setelah selesai makan sisa tumpeng seluruhnya diberikan kepada kami yang katanya untuk makan malam anak buah. Ternyata rencana siswa A.Yan berjalan sesuai yang diharapkan.

***
(Copas dari buku "Sosok Seorang MARINIR BANYUMAS", Otobiografi Mayjen TNI (Mar) Sudarsono Kasdi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar