Sabtu, 27 Januari 2018

KESEMPATAN DALAM KESEMPITAN  (1999)

Satu hari aku dipanggil Kasal. Beliau memberitahuku bahwa beliau sudah menghadap Pangab, untuk melaporkan bahwa akan mempromosikan aku menjadi Danjen Akabri, sebuah jabatan untuk Pati bintang tiga (Letjen). Menurut beliau Pangab sudah menyetujui. Mendengar apa yang beliau sampaikan hatiku sempat berbunga-bunga, namun tidak berkomentar banyak kecuali menyampaikan ucapan terima kasih atas perhatian beliau terhadapku. Hal itu disebabkan karena beberapa bulan sebelumnya aku juga pernah beliau beritau bahwa aku akan diusulkan untuk bisa dipromosikan pada jabatan Irjen TNI, tetapi gagal karena Kasau minta agar beliau mendukung calon yang diusulkan TNI-AU, dan beliau tidak bisa menolak, meskipun sebetulnya aku lebih senior dari calon yang diajukan Kasau. Mungkin karena sifat seperti umumnya orang Jawa yang penuh dengan ewuh-pakewuh. Oleh karena itu aku masih berfikir apakah mungkin sekarang giliranku? Terus terang hati kecilku masih ragu...
Pada pelaksanaan sidang Wanjakti Pati TNI ternyata beliau beserta Pangab dan Kepala Staf Angkatan lainnya tidak bisa hadir karena selaku anggota Fraksi ABRI mereka masih terlibat di dalam Badan Pekerja (BP) MPR, yang pada waktu itu sedang membahas Rancangan Ketetapan (Rantap) dan Rancangan Keputusan (Rantus) MPR yang diajukan dalam Sidang Istimewa MPR tahun 1998. Oleh karena itu Sidang Wanjakti Pati TNI kemudian dipimpin oleh Kasum mewakili Panglima ABRI dan para Aspers Angkatan mewakili Kas Angkatan, termasuk Kasal yang diwakili oleh Aspers Kasal.
Kira-kira tiga hari kemudian aku mendapat undangan untuk meninjau sarana latihan ABRI di Cilodong termasuk peresmian Lapangan Tembaknya. Pada waktu itu aku bertemu dengan Aspers Kasum ABRI, alumni AMN ’68, rekanku satu angkatan. Beliau memanggilku, merangkulku kemudian mengatakan: “Dasar memang bukan rejekimu Dar!”.
Aku balik bertanya “Ada apa ini?”.
“Kemarin kan baru sidang Wanjakti Pati TNI” katanya, “Pada waktu membahas calon untuk jabatan Danjen Akabri, Kasal kan nggak ada karena lagi ikut sidang MPR. Ternyata namamu juga ikut nggak ada.” lanjut beliau sambil tertawa. “Yang muncul nama Aspers yang waktu itu hadir mewakili Kasal”.
“Aku kan nggak ngerti masalahnya” lanjut beliau. “Nah kemarin pada waktu aku menyodorkan hasil rapat untuk ditandatangani Pangab, dia sempat nanya aku, kenapa Danjen Akabri bukan Sudarsono Kasdi? Dia bilang katanya Kasal sudah ngomong sama dia, mau mempromosikan kamu, dan dia juga udah bilang setuju”. Beliau sering menyebut Pangab dengan ‘dia’, karena kebetulan rekanku ini satu angkatan AMN ’68 dengan Pangab.
‘Terus kamu bilang apa?” aku menimpali bertanya.
“Ya aku jawab itulah keputusan sidangnya! Sebetulnya sih dia sempat nyuruh aku nelpon Kasal, tapi ditunggu hampir satu jam nggak bisa nyambung. Mungkin karena lagi sibuk sidang lanjutan di MPR jadi hp-nya dimatiin”.
“Lantas?” tanyaku karena ingin segera tahu akhir ceritanya.
“Waktunya kan mendesak, karena kemarin sudah harus maju ke Presiden.
Akhirnya ya... bim-salabim ..... sreeet.. Pangab teken... !! Wis, pancen nasibmu elek kok Dar, he he he...” jawab beliau sekaligus mengakhiri ceritanya sambil terkekeh....
Mendengar ceritanya aku sempat tertegun. ..!
Ohoooo..!!, rupanya “mengambil kesempatan dalam kesempitan” bukan sekedar joke di warung kopi, tetapi ternyata sebuah taktik konyol yang bagi sementara orang betul-betul dipraktekkan untuk mencapai tujuan. Dan pada kenyataannya ampuh juga...!!!
Ya nggak apa-apa, wong aku juga nggak pernah minta ... cuma kok ya ada .... perwira tinggi yang demikian rendah moralnya .. ..
ALRI lagee, ... he he he ...!

***
(Copas dari buku "Sosok Seorang MARINIR BANYUMAS", Otobiografi Mayjen TNI (Mar) Sudarsono Kasdi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar