Senin, 22 Januari 2018

LANDNAV TEST  (Fort Benning 1980)

Pagi hari menjelang keberangkatan ke daerah latihan, kepada kami sudah dibagikan peta, kompas, penggaris, pensil dan karet penghapus. Kami diberangkatkan dengan bus menuju ke daerah hutan yang khusus disiapkan untuk latihan Navigasi Darat. Selama dalam perjalanan aku lihat teman-teman bule matanya jelalatan memandang ke luar sambil sekali-sekali melihat ke peta. Aku mencoba ikut memperhatikan ke luar untuk mengetahui apa yang menarik perhatian mereka. Aku lihat pemandangan di luar hanyalah hutan biasa saja, tidak beda dengan hutan belukar yang terdapat di Puslatpur Baluran, sehingga aku menganggapnya sama sekali tidak istimewa. Aku tidak tahu, dan kebetulan tidak ingin tahu kenapa teman-teman selalu memperhatikan ke luar. Aku pikir mereka pasti sedang menikmati pemandangan hutan yang mungkin di kota asalnya tidak ada, yang menurutku sama sekali tidak menarik. Karena merasa mengantuk selama perjalanan aku justru memejamkan mata. Demikian juga yang dilakukan oleh beberapa siswa asing lainnya.
Sampai di tempat tujuan kami diperintahkan turun, kemudian diarahkan menuju ke satu tempat dengan berjalan kaki. Seorang perwira instruktur kemudian membagikan selembar kertas yang ternyata lembar LandNav test. Lembaran tes tadi terdiri dari sepuluh persoalan Navigasi Darat, yang belakangan aku tahu kalau materinya untuk setiap siswa berbeda. Setelah lembaran kuterima aku segera membaca soalnya. Ternyata pertanyaan pertama adalah: Berapa koordinat posisi dimana kami berada saat itu? Aku sempat bingung sejenak, wong kita baru saja tiba kok sudah ditanya kita ini dimana? Sambil menyodorkan peta yang sudah aku buka, aku bertanya kepada salah seorang perwira siswa G.I (US Army) keturunan Filipina berpangkat Letnan, dimanakah kita saat itu berada? Ternyata dia menjawab dengan sangat ketus : “It is part of the test Captain, you’re not allowed to ask me, nor anyone else! You must do it by yourself, Captain Kasdi!”.
Aku terperangah kaget. Aku baru sadar kalau itu adalah bagian dari tes yang harus dicari jawabnya. Aku mencoba menenangkan pikiran. Saat itu sebagian besar teman-teman sudah meninggalkan tempat. Aku kemudian melihat ke sekeliling tempatku berdiri. Kebetulan posisi dimana kami berada adalah sebuah pertigaan jalan tanah. Segera aku menuju tepat ke tengah-tengah pertigaan. Aku kemudian membuka peta lebar-lebar, dan meletakkannya tepat di tengah pertigaan. Aku ambil kompas dari tas, kemudian membukanya dan meletakkannya di tengah peta, dimana ujung kompas searah dengan arah utara bujur peta. Lalu aku putar-putar lembaran peta sampai arah bujur utaranya sesuai dengan arah utara yang ditunjukkan oleh jarum kompas. Itu adalah cara baku langkah awal prosedur orientasi medan dengan peta yang aku pelajari di Sedaspako. Aku perhatikan di peta ternyata ada beberapa pertigaan, tetapi yang ketiga jalannya mengarah sama dengan gambar di peta hanya ada satu. Aku baring (membidik dengan kompas) ketiga arah jalan tadi untuk lebih meyakinkan. Ternyata sudut baringannya sama dengan sudut baringan yang ada di peta. Aku yakin bahwa aku sudah menemukan jawaban pertanyaan pertama. Setelah menuliskan koordinat pada kolom jawaban, kemudian aku teruskan membaca persoalan yang ke dua. Mengawali pertanyaan pada persoalan yang kedua aku diminta untuk mencari tongkat bernomor tertentu yang ada tepi jalan di sekitar kita. Setelah tongkat itu aku temukan, aku meneruskan membaca soal berikutnya. Ternyata aku diminta menuju ke satu tempat, yang jarak tempuh dan arah kompasnya sudah ditentukan di dalam soal.
Pertanyaannya: Tongkat dengan tanda nomor/huruf apakah yang aku temukan di sana?.
Sebelum menuju ke arah kompas yang diminta dalam soal, aku cari dulu posisi yang akan aku tuju di dalam peta, yaitu dengan cara memindahkan sudut baringan dan jarak yang sudah ditentukan ke dalam peta dengan bantuan mistar dan pensil. Setelah aku temukan titiknya, ternyata untuk menuju ke sasaran harus ditempuh dengan menembus rawa. Tentu saja aku tidak terlalu bodoh untuk begitu saja menuju ke sana dengan menyeberangi rawa, meskipun banyak siswa yang melakukannya. Aku pelajari terlebih dahulu contour medan di peta untuk mencari jalan pendekat ke sasaran yang relatif mudah ditempuh. Aku memilih jalan melalui punggung bukit meskipun jaraknya relatif lebih jauh karena harus memutari rawa hampir separuh lingkar tepinya. Aku lipat peta sedemikian rupa sehingga mudah untuk dibawa sekaligus mudah untuk dilihat/diamati setiap aku ingin mencocokkan dengan kondisi medan sekitar yang akan aku lalui nanti. Sampai ke tempat tujuan yang aku sudah perkirakan sebelumnya, aku menemukan tongkat yang kucari tanpa kesulitan. Untuk lebih meyakinkan aku orientasi kembali medan di sekitar letak tongkat di sesuaikan dengan bentuk medan yang tergambar di peta. Demikian seterusnya sampai aku menyelesaikan ke sepuluh persoalan yang ada.
Menurutku problem Landnav ini sama sekali tidak sulit, bahkan dapat aku katakan sangat mudah. Bagaimana tidak? Selama di tanah air, baik dalam latihan maupun operasi yang sebenarnya, kita (baca: TNI) selalu menggunakan peta yang dibuat oleh Belanda pada tahun 1942 atau 1943. Tentu saja keadaan medannya sudah sangat banyak berubah. Sedangkan pada tes Landnav kali ini kami menggunakan peta yang sama sekali baru, betul-betul brand-new. Selain tanda-tanda medannya sangat jelas, kita juga tidak perlu lagi meng-konversi arah baringan dengan apa yang di kelas IMMP (Ilmu Medan & Membaca Peta) dikenal dengan istilah ikhtilaf UP/UM. Setelah aku menulis jawaban pertanyaan yang ke sepuluh, kertas aku masukkan ke dalam kartentas (tas peta). Kemudian aku bergabung dengan beberapa teman yang sudah lebih dahulu tiba, ikut ngantri di mobil kantin yang sudah siap di sana untuk membeli beef burger, apel dan sekaleng coca-cola untuk makan siang. Setelah pesanan aku terima, aku menuju ke bawah pohon yang cukup rindang kemudian duduk melepaskan lelah sambil makan siang.
Satu persatu teman-teman muncul dari dalam hutan. Beberapa dari mereka ada yang basah kuyup. Rupanya mereka termasuk yang nekat menembus rawa sesuai arah kompas. Aku lihat pasis sponsorku berjalan mendekat ke arahku sambil menenteng kantong kertas berisi makanan yang baru dibelinya dari kantin mobil. Dia menanyakan apakah aku sudah menyerahkan kertas jawaban, yang aku jawab, belum. Kemudian dia memberi tahu agar aku segera menyerahkan kepada petugas pengumpul. Tiba-tiba terdengar bunyi peluit panjang dan seseorang berteriak “Time’s up!” Segera aku berlari menuju ke meja petugas untuk menyerahkan kertas jawabanku. Ternyata aku dianggap terlambat satu menit. Cpt.Steven memberi tahuku, karena aku terlambat menyerahkan satu menit maka nilaiku akan dikurangi satu. Keesokan harinya hasil tes sudah bisa diambil di locker masing-masing. Ternyata aku mendapat nilai 99. Ada rasa penyesalan kenapa kemarin tidak segera menyerahkan hasilnya, padahal aku bisa mendapatkan nilai maksimum. Menyadari bahwa itu adalah karena kebodohanku sendiri, akupun kemudian bisa menerimanya dan cukup puas karena teman G.I. Phillippino yang ketika aku tanya menjawab dengan ketus, ternyata hasilnya NO GO (nilainya kurang dari 60), sehingga harus mengulang. He he ...


***
(Copas dari buku "Sosok Seorang MARINIR BANYUMAS", Otobiografi Mayjen TNI (Mar) Sudarsono Kasdi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar