Kamis, 01 Februari 2018

*KESAN & PESAN MAYJEN TNI (MAR/PURN) SUDARSONO KASDI*
Dalam Rangka Wisuda Purna Wira Pati TNI-AL tahun 2000

Sewaktu kecil tidak ada sedikitpun terbersit keinginanku menjadi pelaut, namun kenyataannya aku menjadi prajurit Angkatan Laut. Empat tahun aku mengikuti penggemblengan pembentukan perwira laut di AAL. Jujur, tidak banyak yang saya dapat kecuali kebanggaan pada korps dan kecintaanku pada Angkatan Laut. Sejak saat itu saya tidak pernah rela apabila ada yang menyia-nyiakan korps, atau mensemena-menakan Angkatan Laut. Bahkan kini di masa saya sudah purnabakti.

Hampir 32 tahun saya mengabdi TNI-AL. Waktu yang cukup lama untuk membuatku tau banyak. Namun karena berbagai keterbatasan, termasuk keterbatasan kewenangan jabatan yang pernah saya emban, dan keterbatasan kemampuan dalam menghadapi kendala yang ada, ke-
tahubanyak-anku tadi tidak mampu untuk mewujudkan semua harapan teman-teman (perwira), bahkan tidak harapanku sendiri.
Meskipun demikian saya tidak kecewa atau menyesali, karena saya yakin masih banyak teman-teman perwira (muda) yang masih memiliki kesempatan dan kelebihan daripada saya, termasuk mungkin yang lebih memiliki ‘unggah-ungguh’ daripada saya.
‘Kurang memiliki unggah-ungguh’ adalah predikat yang pernah diberikan kepadaku dalam satu forum Wanjakti untuk menetapkan satu jabatan tertinggi di Korps. Saya tidak bisa menerima tuduhan tersebut namun tidak ada peluang bagiku untuk bisa mengklarifikasikannya. Apa boleh buat, saya terpaksa harus introspeksi
sendiri, dan alhamdulillah akhirnya saya bisa ‘mengerti dan memahami’.

Saya memang pernah menolak untuk menerapkan falsafah Cina “seperti ilalang di atas bukit”, dan saya juga tidak mau menerima bahwa “dunia adalah panggung sandiwara”, dan mentabukan perilaku seekor “bunglon”, meski konsekwensinya saya harus menerima predikat “kurang punya unggah-ungguh” itu tadi.

Masalahnya adalah apakah kelebihan, kesempatan dan unggah-ungguh yang dipunyai oleh teman-teman tadi tampil seiring dengan idealisme Korps?
Bila ya, maka kebesaran dan jati diri TNI-AL yang diwariskan oleh para pendahulu akan lestari terjaga. Tetapi bila tidak, maka meski mungkin saja TNI-AL bisa tampil ‘megah dan meriah’ namun kemegahannya tidak beda dengan megahnya dandanan penari remo murahan yang penuh dengan polesan bedak penutup kudis, atau meriahnya grup banci-banci pinggir jalan yang penuh dengan genit kepalsuan.

Korps Marinir mengenal 6 tuntutan Korps, dimana salah satu butirnya menyatakan bahwa “Marinir bukan warisan tetapi amanah titipan generasi”.
Ini adalah bagian dari esprit de corps yang selama empat tahun tiada hentinya dicoba tanamkan di dalam dada setiap kadet AAL. Ini adalah sesuatu yang menyangkut tanggungjawab setiap anggota dari sebuah institusi apapun atau manapun, apalagi institusi yang anggotanya diwenangi untuk memegang senjata.

Sengaja saya mengangkat butir ini karena saya menganggap relevan dengan situasi kini yang sarat dengan rongrongan dan dorongan interes yang mampu menyapu harga diri. Selagi masih aktif dalam dinas mungkin kita memiliki peluang meraup
harta sembari ‘angkat telor’ mengemis jabatan dan pangkat, bahkan bisa saja berbuat apapun yang kita mau, karena anak buah toh akan diam saja. Tetapi, jangan pernah mengira mereka tidak mempedulikan tingkah kita, dan menerima begitu saja kebohongan dan kemunafikan kita. Tidak, mereka sangat peduli, dan tidak mau menerimanya. Hanya mereka memang tidak berbuat sesuatu, atau tepatnya belum berbuat sesuatu. Suatu saat kelak setelah kita purnawira, jangan kaget apabila menyaksikan mantan anak buah yang membuang muka pada saat melihat kita, atau bahkan meludah di depan kita, karena semua itu semata-mata adalah ‘karma’ dari tingkah kita yang menganggap TNI-AL milik moyangnya. Seperti kata pepatah “Siapa menabur angin akan menuai badai”.

Adalah keliru mereka yang beranggapan bahwa pemimpin memiliki “piutang” terhadap anak buah karena jasa pembinaannya, karena sebenarnya peran pemimpin dalam hal ini adalah kewajiban semata. Sebaliknya justru pemimpinlah yang banyak ‘berhutang’ kepada anak buah. Bukan uang, tetapi mungkin harapan yang dilupakan atau diabaikan, apalagi alasannya bukan karena tidak mampu, tetapi lebih karena tidak mau, karena otaknya telah terkontaminasi racun kepentingan pribadi atau kelompoknya.
Hutang semacam itu bisa jadi akan terbawa sampai ke liang kubur. Dan bila itu yang terjadi, maka ‘Dia Yang Di Atas Sana’ yang akan menagihnya.

Oleh karena itu pada akhir masa bakti ini saya ingin berpesan, pesan seorang teman kepada teman yang lebih muda: “Tetap konsisten kepada sumpah kita untuk berbakti kepada negara dan bangsa me-
lalui TNI-AL”. Wujudnya adalah loyalitas dan pengabdian tanpa pamrih.
Loyalitas atau pengabdian ada lima macamnya dan berjenjang turun dengan urutan sbb.:

▪ Yang pertama adalah iman kepada Tuhan YME(faithful to God),
▪ Yang ke dua mengabdi kepada negaramu (faithful to your country), kemudian
▪ Berbakti kepada korps (faitful to the corps), berikutnya
▪ Loyal kepada teman (faithful to your comrade), dan yang terakhir
▪ Loyal kepada diri sendiri (faithful to yourself).

Tidak ada dari kelima loyalitas tadi yang menyebut faithful to your superior, karena
superior maupun subordinates adalah comrades yang harus diperlakukan
seimbang secara wajar. Berani mengoreksi atasan yang tidak benar pada dasarnya adalah langkah kongkrit loyalitas dari seorang bawahan terhadap atasan.

Saat kini, di alam reformasi negeri ini, TNI-AL sedang berada di posisi depan sebuah pacuan. Namun keberadaannya di depan bukannya karena kuda TNI-AL yang lebih hebat, atau jokinya yang lebih jago. Penyebab sebenarnya adalah karena kuda yang lain sedang berantakan dan jokinya bertumbangan diterpa badai reformasi yang melanda mereka.

Di depan kita kini terbentang banyak titian peluang. Pertanyaannya adalah, titian mana yang akan dipilih, dan siapa yang akan ditugasi sebagai jokinya. Sebab apabila salah memilih titian dan/atau keliru menetapkan jokinya, saya khawatir TNI-AL akan mengalami nasib yang sama dengan mereka, dengan resiko yang mungkin lebih parah. Namun apabila kita bijak dalam memilih, Insya Allah dalam waktu yang tidak terlalu lama TNI-AL akan dapat kembali berjaya dan disegani dunia, seperti yang pernah dialami pada awal tahun enampuluhan.
Mudah-mudahan ini bukan sekedar mimpi dari seorang purnawirawan.

Kepada teman-teman yang masih dalam dinas aktif, saya ucapkan selamat bekerja, dan selamat berjuang dalam upaya mencapai cita-cita kita bersama untuk mewujudkan TNI-AL yang mampu menjamin tegaknya kedaulatan dan hukum di seluruh kawasan laut yuridiksi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Jalesu bhumyamca jayamahe.--


Jakarta, awal Mei tahun 2000
SUDARSONO KASDI
Mayjen TNI (Mar/Purn)

***
(Dikutip dari buku “Awal & Akhir Pengabdianku sebagai Prajurit Matra
Laut”, Wisuda Purna Wira 2000)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar